Ojenews.com, Pekanbaru, Riau- Pakar sosial dan juga menjabat sebagai Wakil ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Riau, Dr. Husni Thamrin, M. Si, kamis (15/12) mengatakan, ada beberapa hal yang dapat di soroti berkaitan dengan dampak negatif kemunculan aliran sesat di negeri ini, antara lain,
Pertama, dapat melemahkan keimanan seseorang terhadap tingkat ketauhidan seseorang, Iman yang lemah dapat menimbulkan perilaku yang menyimpang dan menimbulkan krisis nilai agama, akhlak sosial dan lain lain serta mempermudah jalan bagi seseorang untuk sesat dari dalam menuju hidup yg ideal.
Kedua, merusak tatanan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Rendahnya internalisasi nilai nilai pendidikan agama menjadi faktor penting merebaknya aliran sesat.
Mereka cenderung tidak mengkaji dan menganalisis secara mendalam tetapi lebih banyak taqlid buta terhadap doktrin-doktrin yang menyimpang tetapi mampu mereka yakini.
Sebagai contoh, ketika di Indonesia terus dilanda bencana, di antara mereka meyakini bahwa menanam lemang (sejenis makanan yang terbuat dari pulut) di depan rumah masing-masing dapat menyelamatkan mereka dari bencana.
Umat Islam yang berpendidikan rendah rentan dan mudah terpengaruh untuk mengklaim bahwa apa yang baru diperolehnya itulah satu-satunya kebenaran dan menganggap kelompok yang lain salah.
Ketiga, krisis Ekonomi. Masalah ekonomi juga selalu menjadi alasan mengikuti aliran sesat. Biasanya, paham-paham yang menyimpang dari aqidah Islam ini ditopang oleh kekuatan asing yang didanai sepenuhnya oleh kekuatan asing.
Jadi, berebut fasilitas, finansial, harta, kemewahan duniawi dan lain-lain. Aliran-aliran menyimpang hari ini selalu menjanjikan kepada pengikutnya hidup yang nyaman dan berkecukupan. Hal ini menjadikan mereka yang tersesat mengklaim diri sebagai pemilik kebenaran sedangkan yang lain berada dalam kesesatan.
Keempat, Aliran sesat menimbulkan upaya pemurtadan kerap kali dilakukan dengan berbagai cara. Banyak celah kelemahan umat yang selalu dimanfaatkan oleh mereka. Seperti, bantuan kemanusiaan bagi yang terkena bencana, kemiskinan umat Irapuhnya persatuan umat beragama.
Keempat , aliran sesat menafsirkan Kitab suci sesuka hatinya saja, ini juga faktor kemunculan paham sesat. Maka, tidak jarang tokoh yang sesat lagi menyesatkan justru berasal dari kalangan yang mengaku terpelajar dan juga sekolah di agama.
Kelima Menimbulkan praktek praktek klinik yang masih berkembang karena dibalut dengan adat dan tradisi. Seperti, jamu tanah, sesajian, jamu laut dan lain-lain. Dan masih banyak lagi faktor yang lainnya.
Menurut Husni, solusi sebagai perisai terhindar dan terbentengi dari aliran sesat tersebut, umat beragama harus lebih meningkatkan kewaspadaan agar tidak terjebak dan mengikuti aliran sesat lagi menyesatkan. Perkembangan aliran sesat ini, tidak bisa lagi dipandang sebelah mata atau hanya dijadikan kerja sampingan. Ini persoalan pokok, karena ini menyangkut eksistensi agama Islam.
“Kita bisa berkaca pada masa Abu Bakar ash-Shiddieq menjadi khalifah, tugas utama yang diselesaikannya terlebih dahulu adalah menumpas orang-orang yang enggan membayar zakat, nabi palsu, murtad dan lain-lain. Penyimpangan akidah harus menjadi target utama penyelesaian persoalan-persoalan ummat Islam hari ini.
Paling tidak, tindakan dalam mem-protect diri, keluarga dan lingkungan kita masing-masing dari paham-paham atau aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam,” tegasnya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan umat Islam dalam “memerangi” aliran yang sesat lagi menyesatkan, antara lain adalah,
Pertama, memantapkan keyakinan tauhid dengan optimalisasi cinta kepada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW. Kedua, mempelajari ajaran Islam dengan methode yang benar. Paling tidak, cirikhasnya langsung dari sumbernya, yaitu Alquran dan Hadits, belajar dengan guru yang layak (capable) baik kualitas keilmuannya dan juga kualitas keimanannya, memiliki wawasan yang terbuka sehingga mampu membedakan mana persoalan yang memasuki wilayah debatable (khilafiyah/furu’iyah) dan mana yang undebatable (ushul/aqidah), belajar berdasarkan ilmu (objektivitas) bukan didasarkan kepada fanatisme buta (subjektivitas), mempelajari Islam secara Kaaffah (paripurna), meluruskan orientasi dalam belajar, terbuka untuk menerima kritikan, dan lain-lain.
Kemudian, memasuki Islam secara kaaffah (jadilah muslim yang sebenarnya/hakiki). Artinya, totalitas dalam mengamalkan ajaran Islam. Keempat, menyiapkan generasi dengan bekal pendidikan agama baik lewat pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan agama tidak hanya bermakna “lembaga Pendidikan Islam” secara formal tetapi pembinaan generasi rabbani (generasi beriman dan bertaqwa) secara berkesinambungan baik di sekolah, keluarga dan juga lingkungannya.
Kelima, meningkatkan kewaspadaan terhadap skenario pecah belah umat Islam oleh musuh-musuh Islam.
Jangan mudah diadu domba dan terbujuk rayu hanya karena ditawarkan kekuasaan, kekayaan dan lain-lain.
Keenam, peningkatan kualitas ukhuwwah Islamiyah dengan menanamkan kebersamaan, menjalin komunikasi, sharing informasi, meningkatkan quantum keperdulian. Ketujuh, optimalisasi peran lembaga keumatan, khususnya MUI dalam menyikapi berbagai persoalan keumatan yang semakin berkembang.
Untuk itu, pemerintah harus lebih memberdayakan MUI dan mendukung program-programnya. MUI tidak bisa berbuat banyak dengan fatwanya, tetapi pemerintah bisa menguatkannya melalui peraturan perundang-undangan. Kedelapan, umat Islam harus mampu mem-pressing pemerintah dalam meminimalisir bahkan menghilangkan Aliran Sesat.
Jangan terkesan seakan terjadi pembiaran terhadap maraknya aliran sesat.
“Akhirnya, kita harus melindungi diri, keluarga, masyarakat di lingkungan kita masing-masing dari bahaya aliran sesat. Dan secara umum, kita mendesak pemerintah untuk tegas menindak mereka yang telah menodai kesucian ajaran Islam karena tindakan mereka sudah sangat meresahkan masyarakat dan mengganggu aqidah serta eksistensi umat Islam,” jelasnya. (AA)