Tuan Syekh Yahya Ansharuddin

Tuan Syekh Yahya Ansharuddin

Ojenews.com Negeri Seribu Suluk-Salah seorang tokoh agama dari Rokan – Riau yang cukup ternama adalah Tuan Syekh Yahya Ansharuddin. Beliau merupakan tokoh pengembang Tarikat Naqsyabandiah di Kepenuhan, Rokan. Beliau lah penerus syiar agama Islam setelah Syekh Abdul Wahab Rokan yang ternama di rantau Melayu.

Tuan Syekh Yahya Ansharudin lahir di Kota Tengah pada tahun 1886 Masehi. Pada awalnya, beliau bekerja sebagai pegawai raja dengan gelar Menteri Raja.

Kemudian, karena belum mendapat ketenangan jiwa sebagai pedoman hidup, dia meninggalkan Luhak Kepenuhan setelah meletakkan jabatannya dengan hormat lalu merantau ke Basilam, negeri Langkat, untuk menuntut ilmu kepada ulama-ulama di negeri tersebut.

Setelah beberapa tahun belajar di Langkat, Tuan Syekh Yahya Anshoruddin di Basilam meneruskan perjalanan musafirnya dalam mencari ilmu hingga ke negeri Kedah, rantau Melayu yang sekarang berada di wilayah negara Malaysia.

Selama beberapa tahun menuntut ilmu di Kedah, beliau melanjutkan perjalananthalabul ilmi ke tanah suci Mekkah sambil menunaikan rukun Islam yang kelima.

Terbilang lima tahun lamanya beliau menuntut Ilmu di Mekkah, belajar ilmu-ilmu nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, bad’i, arudh, tauhid, mantiq, tafsir, hadist, usul fiqh, musthalah hadist, dan ilmu agama lainnya.

Setelah menamatkan pelajaran di Mekkah, Syekh Yahya kembali ke Kepenuhan sekitar dua tahun kemudian, dan beliau langsung mendirikan sebuah kampung di Gelugur, yang saat ini berada di wilayah Kelurahan Kepenuhan Tengah.

Pada tahun 1929, di Gelugur baru ada enam buah rumah beserta sebuah nosah(berasal dari kata madrasah, yang tempat belajar atau difahami masyarakat sebagai rumah suluk), di nosah inilah masyarakat belajar Al-Qur’an.

Tak lama setelah kepulangan tersebut, beberapa waktu kemudian Syekh Yahya Ansharuddin kembali menunaikan ibadah haji ke Mekhah dan menetap lagi menyambung pelajaran di kota suci tersebut selama empat tahun, beliau merasa apa yang beliau tuntut selama ini belum lah cukup.

Pada tahun 1934 beliau kembali lagi ke Kepenuhan dan mulai memberikan pelajaran kitab berbahasa Arab pada sore hari bertempat di nosah. Setelah mengajar setahun di nosah tersebut, maka pada tahun 1935 didirikannya Maktab (Kuttab) Darul Ulum, sebuah lembaga pendidikan yang cakupannya lebih besar. Pada masa itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam di Timur Tengah memang biasa disebut dengan Kuttab atau Katibah.

Pada tahun 1935 itu juga dibangun pula maktab bagi kaum ibu, tempatnya persis pada rumah di depan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Kota Tengah sekarang.

Menjelang maktab baru selesai dibangun, murid-murid mengaji di rumah suluk. Setelah Maktab Darul Ulum selesai didirikan, maka pada tahun 1936 dimulailah belajar di sana dengan sebanyak tujuh kelas atau lebih dikenal dengan koleh tujuh. Pada saat itu, pada maktab baru tersebut dimulai dengan belajar sampai kelas IV, demikianlah pelajaran setiap tahun sehingga sampai kelas VII tahun 1939 M.

Para murid ketika itu telah dapat memulai pelajaran pada waktu pagi. Demikian terus berjalan sampai tahun 1942 M dengan kekalahan Belanda yang digantikan dengan kedudukan tentara Jepang.

Maktab mulai berangsur sunyi disebabkan muridnya banyak yang pulang ke kampung masing-masing karena alasan ekonomi yang mengalami kemerosotan di segala bidang. Sementara itu, oleh pemerintah ketika itu, Syekh Yahya Ansharuddin dibawa bekerja pada Majelis Islam Tinggi (MIT) yang kadang-kadang mengikuti konferensi ke Pekanbaru. Adapun Maktab Darul Ulum dikepalai oleh H. Abdurahman yang baru kembali dari Mekah. Kepulangan H. Abdurahman tersebut adalah disebabkan akan pecahnya perang dunia ke-II.

Murid beliau berasal dari berbagai daerah yakni, Rambah, Rambah Hilir dan berbagai daerah Rokan Hulu dan Hilirm bahkan ada yang datang dari Sumatera Selatan untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan beliau ini, Pada masa kejayaannya, beliau juga mengirimkan siswa nya sebanyak 5 orang untuk melanjutkan pendidikan di Mekkah.

Orang-orang yang berada di Mekkah disuruh pulang ke negaranya masing-masing dengan kalahnya Jepang pada perang dunia ke-II pada bulan Agustus 1945.

Tuan Syekh Yahya Ansharuddin hidup mengajar di masa Kepenuhan dipimpin oleh seorang Raja bernama Tengku Sultan Sulaiman, yang mana waktu itu Tengku Sulaiman pun ikut mengaji di rumah kuttab yang beliau dirikan.

Pasca diumumkanya Ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan dinyatakannya Riau bergabung dalam Republik Indonesia, wilayah Kepenuhan dan Rokan secara umum juga mengalami perubahan suasana. Pada saat itu, Syekh Ansharuddin diangkat menjadi Qhadi (hakim) di Rokan Kanan yang terdiri dari tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Rambah, Kecamatan Tambusai dan Kecamatan Kepenuhan. Adapun letak aktifitas Qhadi berada di sebuah Mahkamah yang berada di Pasir Pengaraian.(Dilansir dari Luhakkepenuhan.com/oje)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *