Ojenews.com.Rohul.Riau.
Pasir Pengaraian-Rapat Dengar Pendapat Antara Komisi I dan II DPRD Rohul Bersama Kepala PLN Rayon Pasir Pengaraian tentang Permohonan untuk Membantu menyelesaikan Tudingan Pelanggaran P2TL yang dilayangkan oleh Pihak PLN Rayon Pasir Pengaraian. Selasa, 31 Oktober 2017.
Sebanyak 82 meteran listrik atau KWH di rumah warga Danau Makmur KM 24 Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) terindikasi tidak sesuai dengan nama pemiliknya. Puluhan KWH tidak sesuai nama pemiliknya tersebut merupakan pemasangan tahun 2015 lalu. Namun baru terungkap saat dilakukan tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) beberapa waktu lalu.
Dampaknya, selain pemutusan KWH listrik, warga Mahato juga dikenakan denda Rp 7 juta untuk meteran daya 900 watt, dan denda Rp 11 juta untuk meteran daya 1.300 watt.
Menanggapi keluhan hampir ratusan warga Desa Mahato yang merupakan pelanggan listrik, Komisi II DPRD Rohul memanggil Manager PT. PLN Rayon Pasir Pengaraian David Sibarani dan jajaran untuk dengar pendapat atau hearing. Hearing dipimpin Ketua Komisi I DPRD Rohul Mazril dan Ketua Komisi II DPRD Rohul Sumiartini, turut dihadiri empat anggota komisi seperti Mufti Ali, Yon Maryono, Emilyadi, dan Adam Safaat.
Pada hearing tersebut, Masril menilai dalam hal ini bukan kesalahan pihak PLN, namun karena kelalaian pihak vendor atau pihak ketiga dan panitia pemasangan baru.
“Yang didenda itu seharusnya pihak vendor, karena mereka sudah lalai memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tegas Mazril saat hearing.
Mazril mengaku yang perlu dipermasalahkan soal KWH yang tidak sesuai nama pemiliknya. Menurutnya itu kelalaian pihak vendor dan mereka harus bertanggungjawab.
Pihak komisi mengaku akan menyurati pihak PT. PLN Area Pekanbaru dan PT. PLN Wilayah melalui Ketua DPRD Rohul Kelmi Amri, sehingga KWH meter listrik di rumah warga dinyalakan kembali.
“Kalau ada masalah pembayaran P2TL kita minta dibebankan ke vendor, karena ada kelalaian di pihak vendor sendiri. Seharusnya token tidak diberikan ke pihak lain, karena yang berhak menghidupkan pihak vendor,” kata Mazril.
“Kita sayangkan kenapa token ini bisa berpindah, seharusnya vendor memasukkan token sesuai nama dan alamat (pelanggan),” tambahnya.
Ditanya apakah ada indikasi kongkalingkong antara pihak vendor dengan panitia pemasangan baru di desa, Mazril menduga ada indikasi ke arah itu.
“Itu bisa saja, kenapa token itu bisa hidup? Kalau tidak ada permainan, tidak ada toleransi tidak akan mungkin hidup. Karena ada tagihan dari vendor setelah pemasangan KWH,”jelasnya.
Pihak DPRD Rohul juga menilai banyaknya kasus itu karena kurang sosialisasinya pihak PLN ke warga saat proses dilakukan pemasangan baru.
Sementara, Manager PT PLN Rayon Pasir Pengaraian, David Sibarani, mengaku setelah pemasangan baru Listrik Desa (Lisdes) di Desa Mahato pada 2017, masalah pasang baru sudah disosialisasikan ke warga.
Mengenai vendor, David mengaku PLN mengawasi vendor secara ketat. “Kalau memang ada penyimpangan-penyimpangan segera laporkan akan kami tindaklanjuti. Bila tidak ada kesesuaian akan kami awasi secara internal,” kata David saat hearing.
David mengaku masalah ini sudah sampai ke PLN Wilayah karena adanya laporan dari Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM.
Warga yang kena P2TL diakuinya harus membayar denda, sesuai Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Saksi dikenakan ke konsumen/ pelanggan atau pemakainya saat ditemukan kelainan, bukan pihak vendor.
Meski demikian, diakui David, pihak PLN sudah menawarkan solusi ke warga berapa mereka sanggup membayar finalti atau denda, dan hal tersebut akan disampaikan ke PLN Wilayah. Namun hingga kini belum ada warga yang melaporkan kesanggupannya.
David mengaku awalnya ini terungkap dari laporan LSM dimana ada kabel listrik hanya pakai tiang kayu yang tidak sesuai standar, dan laporan soal KWH bermasalah.
Dari audit, ternyata warga harus membayar biaya pemasangan baru antara Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. PLN selanjutnya melakukan sosialisasi soal biaya pemasangan baru standar di PLN. Namun dari P2TL, sekira 82 warga kena finalti atau denda.
“Masyarakat membayar mahal kepada panitia, bagaimana tanggungjawab panitia?,” kata David.
Menurutnya, bila dikenakan tagihan susulan cukup berat, apalagi warga yang kena P2TL bukan ekonomi yang mampu. Dan hal itu sudah disampaikan ke perwakilan warga, namun belum ada tanggapan.
“Jadi kami sampainya solusinya harus ada tagihan susulan dan pasang baru. Untuk pasang baru bisa dibantu keringanan dan bisa dicicil,” jelas David.
“Untuk tagihan susulannya kami sampaikan ke perwakilan kesanggupan dari masyarakat seperti apa, akan kami sampaikan ke (PLN) area dan wilayah,” tambahnya.
David mengakui pemasangan KWH harus sesuai nama pendaftar dan alamatnya. Namun yang terjadi di salah satu dusun di Desa Mahato tersebut tidak sesuai dengan nama dan alamatnya. Ia menduga sewaktu pemasangan ada kerjasama antara oknum panitia dengan oknum vendor atau oknum biro, sementara warga membutuhkan yang membutuhkan listrik tidak tahu jika hal itu salah.
“Kami belum ada eksekusi bongkar. Kami tunggu informasinya,” ujar David dan mengakui ada sekira 40-an KWH warga atau setengahnya yang diblokir. (ina)