Visi Organisasi: Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh Penasehat PWI Bengkalis, Drs. Sofyan, M.Si.

Oje,-Berorganisasi, dalam tataran ideal, merupakan perwujudan dari semangat kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Namun, apakah realitas organisasi hari ini masih sejalan dengan visi yang dahulu dirumuskan secara penuh semangat dan harapan? Saya melihat ada jarak yang semakin nyata antara harapan dalam visi organisasi dengan kenyataan dalam implementasinya.

Dalam banyak organisasi, konflik sering muncul. Banyak yang melihatnya sebagai masalah, namun menurut saya, konflik bukanlah sesuatu yang selalu negatif. Justru konflik adalah bukti adanya dinamika dan kepedulian terhadap organisasi. Ketika perbedaan pandangan terjadi, itu menandakan bahwa anggota organisasi masih peduli dan memiliki hasrat untuk memperjuangkan apa yang mereka yakini sebagai kebaikan bagi organisasi. Sayangnya, sering kali konflik ini tidak dikelola dengan bijak, sehingga menimbulkan gesekan yang berkepanjangan.

Mengapa ini bisa terjadi? Salah satu penyebab utamanya, menurut pengamatan saya, adalah perbedaan persepsi dalam memahami aturan dan etika organisasi. Tidak semua anggota memahami bahwa organisasi tidak hanya dibangun di atas tujuan bersama, tetapi juga di atas komitmen untuk menjunjung etika dan aturan main yang telah disepakati. Ketika masing-masing merasa paling benar, maka yang terjadi adalah kebuntuan. Organisasi tidak lagi menjadi ruang untuk berkolaborasi, tetapi menjadi ajang adu ego dan klaim kebenaran.

Ada ungkapan lama yang sangat relevan dalam konteks ini: “Menang jadi arang, kalah jadi abu.” Dalam konflik organisasi, siapa pun yang merasa menang sebenarnya telah kalah. Kemenangan atas konflik internal yang justru melemahkan organisasi bukanlah kemenangan sejati. Yang dibutuhkan bukanlah siapa yang menang atau kalah, melainkan bagaimana semua pihak bisa mengedepankan keberlangsungan organisasi sebagai rumah bersama.

Saya berpendapat bahwa organisasi harus kembali pada visi awal yang menjadi dasar pendiriannya. Visi bukan sekadar dokumen formal atau slogan yang dipajang di dinding rapat. Visi adalah arah, cita-cita, dan semangat kolektif yang seharusnya menjadi pegangan seluruh anggota organisasi. Untuk itu, perlu ada kesadaran bersama bahwa tujuan organisasi lebih besar dari kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Dalam waktu dekat, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) akan menggelar Kongres PWI Pusat di Cikarang pada tanggal 29–30 Agustus. Momentum ini sangat penting, bukan hanya untuk memilih pemimpin baru, tetapi juga menjadi ruang refleksi bersama—apakah kita masih berpegang teguh pada visi organisasi yang telah disepakati? Apakah kita siap untuk menumbuhkan kembali semangat kolektif demi kemajuan organisasi? Ini saat yang tepat bagi seluruh elemen PWI untuk mempererat silaturahmi, menyatukan pandangan, dan meneguhkan komitmen demi organisasi yang lebih besar dan berwibawa.

Organisasi yang besar bukanlah organisasi yang bebas dari konflik, tetapi organisasi yang mampu mengelola konflik secara dewasa. Siapa pun pemimpinnya, semangat kolektif dalam mencapai tujuan bersama harus tetap menjadi prioritas. Kita harus mulai memandang organisasi sebagai rumah besar tempat kita semua bernaung, berbagi ide, dan berkontribusi.

Saya yakin, selama masih ada niat baik dan kemauan untuk bersatu kembali, tidak ada persoalan organisasi yang tidak bisa diselesaikan. Ungkapan bijak “Tak ada yang kusut yang tak bisa diselesaikan” harus menjadi pegangan kita. Selama kita tetap memelihara niat tulus untuk memajukan dan membesarkan organisasi, maka visi organisasi bukanlah angan-angan kosong, tetapi sesuatu yang bisa dan akan kita wujudkan bersama.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *