Sidang Pencemaran Limbah PKS PT SIPP, JPU Hadirkan 3 Orang Saksi

Ojenews.com Bengkalis Riau, – Sidang perkara dugaan pencemaran air (pencemaran lingkungan) dari limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) milik PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) dengan terdakwa Erick Kurniawan dan Agus Nugroho kembali digelar, Selasa (4/4/23) pagi.

Sidang dipimpin Hakim Ketua Bayu Soho Raharjo, SH, didampingi hakim anggota Ulwan Maluf, SH, dan Rentama Puspita F Situmorang, SH MH.

Sementara kedua terdakwa masing-masing Direktur PT. SIPP Erick Kurniawan dan Manager Pabrik Agus Nugroho didampingi pengacara Surya Truman Singarimbun, Selamat Hamonangan Situmeang, dan Dupa Setiawan.

Pada sidang Selasa pagi ini, jaksa penuntut dari Kejaksaan Agung dan Kejari Bengkalis menghadir 3 orang saksi fakta. Masing-masing Maryatin Kepala Seksi (sekarang Sub koordinator) pengendali dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis, Arif Fadillah pegawai PTSP Kabupaten Bengkalis dan Budi Bukit Konsultan Lingkungan PT. SIPP.

Saksi Maryatin mengungkapkan, sesuai kewenangan pihak menerima pengajuan izin permohonan perubahan izin lingkungan yang diajukan PT. SIPP. Kemudian mengevaluasi dan mengeluarkan rekomendasi.

“Tahun 2016 dokumen yang diajukan PT. SIPP masih ada yang kurang, seperti akta perubahan perusahaan dan penanggung jawab pengolahan lingkungan. Kemudian kami dari DLH membalas surat PT. SIPP agar melengkapi kekurangan dokumen tersebut. Namun, sampai saat ini belum dilengkapi,” tegas Maryatin.

Karena bertahun-tahun pihak PT. SIPP tidak kunjung melengkapi kekurangan dokumen soal izin pengolahan limbah cair tersebut, akhirnya pada tahun 2022 PKS milik PT. SIPP disegel oleh penyidik, dan tidak dibolehkan beroperasi.

Ditegaskan Maryatin, sebelum disegel pihaknya sudah diberi sanksi, seperti teguran tertulis tahun 2019, sanksi paksaan pemerintah 2020 dan dilanjutkan sanksi penghentian operasi sementara dengan toleransi 6 bulan untuk melengkapi permohonan izin. Namun, PT. SIPP tak bisa melengkapi. Dan tahun 2022 dilakukan pencabutan izin lingkungan dan izin usaha dan operasional perusahaan tersebut.

Munculnya perkara lingkungan ini, ketika kolam penampungan limbah PT. SIPP jebol. Air limbah dari kolam penampungan merembes dibeberapa titik di sekitar kolam, dan membuat banyak ikan mati.

Menurut saksi Maryatin, satu-satunya izin yang dikantongi PT. SIPP baru izin lingkungan. Sementara, izin pengolahan air limbah tidak dimilik. Padahal, seyogianya, izin pembuangan air (limbah) harus diajukan sebelum pabrik beroperasi.

Sementara saksi Arif Fadillah dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menegaskan, terkait tugas dan fungsinya sesuai aturan terbaru hanya sebagai pendamping. Seluruh kelengkapan pengajuan izin dilengkapi pemohon.

Sejak saksi bekerja di PTSP, PT SIPP belum memiliki izin pengelolaan limbah ke PTSP Kabupaten Bengkalis.

“Berdasarkan PP 24/2018 pihak pemohon bisa memasukkan permohonan izin secara online,” kata Arif Fadillah.

Berdasarkan penelusuran di sistem informasi penelusuran perkara Pengadilan Negeri Bengkalis, baik Erick Kurniawan maupun Agus Nugroho pada dakwaan pertama didakwa dengan Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan pada dakwaan kedua Erick Kurniawan dan Agus Nugroho didakwa dengan Pasal 104 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik dari Kejaksaan Agung, Kamis (2/3/23) sore melimpahkan dua tersangka perkara dugaan Pencemaran Lingkungan (limbah) Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) ke Kejaksaan Negeri Bengkalis. Kedua tersangka masing-masing Direktur Erick Kurniawan dan Manager Pabrik Agus Nugroho. Prosesi dilaksanakan, Kamis sore sekitar pukul 17.20 WIB, dan baru selesai malam sekitar pukul 18.30 WIB.

Usai pemeriksaan kesehatan terhadap Erick Kurniawan dan Agus Nugroho, pihak Kejari Bengkalis kemudian menahan keduanya untuk 20 hari kedepan. Keduanya dibawa dengan mobil tahanan Kejari Bengkalis ke rumah tahanan negara (Rutan) Polres Bengkalis.

“Hari ini kita menerima pelimpahan tahap dua kedua tersangka perkara pencemaran lingkungan. Untuk menjamin rasa aman, kedua tersangka kita tahan di Rutan Polres,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis Zainur Arifin Syah kepada wartawan di Kejari.

Namun ada yang aneh yang dipertontonkan oleh Kabag hukum Setdakab Bengkalis Fendro yang mencoba mengintervensi Bakhtaruddin wartawan metroterkini.com yang meliput prosesi pelimpahan oleh Tim Jaksa Agung.

Dimana Fendro meminta kepada wartawan metroterkini.com agar tidak mengambil foto tersangka Erick Kurniawan dan Agus Nugroho.

“Bang, tak usah ambil foto dulu, bang,” kata Fendro mengintervensi reporter metroterkini.com yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.

Merasa diintervensi, Bakhtaruddin balik menanyakan kepentingan Fendro terhadap kedua tersangka, dan kewenangan Fendro selaku Kabag hukum Setdakab Bengkalis melarang wartawan meliput di Kejari.

“Kok saudara pulak yang melarang…? Apa kepentingan saudara dalam perkara ini…?,” kata reporter metroterkini.com balik bertanya.

Sementara, Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis Zainur Arifin Syah dan Tim Jaksa Penuntut dari Kejaksaan Agung tidak sepatah katapun melarang wartawan mengambil foto dan video (merekam) proses pelimpahan kedua tersangka.

Perkara dugaan pencemaran lingkungan dari limbah pabrik minyak kelapa sawit milik PT. Sawit Inti Prima Perkasa (PT. SIPP) ini awalnya ditangani oleh penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.

Terkait perkara ini, penyidik KLHK RI menahan Direktur PT. SIPP Erick Kurniawan dan Manager Pabrik Agus Nugroho sebagai tersangka.

Keduanya disangkakan melanggar UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 KUHAP. Keduanya terancam hukuman 10 tahun, dan denda Rp 10 miliar. (Rudi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *