Ojenews.com Ketapang Kalbar,-Bupati Ketapang, Martin Rantan, akhirnya angkat suara terkait krisis yang melanda kemitraan koperasi perkebunan sawit di wilayahnya. Dalam surat resmi yang diterbitkan itu, Bupati mengungkapkan fakta mengejutkan: 54 perusahaan sawit kemitraan masih bergantung pada dana talangan, sebuah kondisi yang dinilai sangat mengancam keberlanjutan ekonomi petani plasma.
Surat dengan nomor 291/DISTANAKBUN-D.500.6.14.3/2024 ini merupakan tindak lanjut dari audiensi pada 11 November 2024 di kediaman Bupati Ketapang. Pertemuan tersebut membahas berbagai masalah mendesak yang melibatkan Koperasi Perkebunan Bina Satong Lestari (Desa Kuala Satong), Koperasi Perkebunan Lestari Abadi Bersama (Desa Kuala Tolak), dan Koperasi Perkebunan Bina Bersama.
Dalam suratnya, Bupati membeberkan tiga persoalan besar yang menjadi penghambat utama keberhasilan program kemitraan ini:
1. Krisis Manajemen Teknis – Kegiatan operasional perusahaan dan koperasi kemitraan terkendala masalah teknis yang membutuhkan pendampingan langsung dari Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Ketapang.
2. Ketergantungan pada Dana Talangan – Sebanyak 54 perusahaan kemitraan masih menggunakan dana talangan untuk menopang operasional kebun plasma. Hal ini menciptakan beban keuangan yang besar bagi koperasi, yang seharusnya sudah mandiri.
3. Perusahaan Lalai Bayar Kewajiban – Beberapa perusahaan mitra belum menyelesaikan pembayaran kepada koperasi, memperparah ketidakstabilan keuangan koperasi dan merugikan petani plasma.
*Panggilan untuk Perubahan*
*Bupati Martin Rantan* secara tegas meminta agar DPRD Ketapang segera turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini. “Dukungan DPRD sangat diperlukan untuk memastikan koperasi dapat keluar dari jeratan ketergantungan ini dan mulai beroperasi secara mandiri,” ujar Martin dalam suratnya.
Ia juga menyerukan kepada perusahaan-perusahaan sawit untuk segera melunasi kewajibannya kepada koperasi. “Ketidakadilan ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Masyarakat petani plasma adalah tulang punggung ekonomi daerah yang harus dilindungi,” tambahnya.
*Publik Desak Transparansi dan Tindakan Tegas*
Fakta bahwa lebih dari 50 perusahaan sawit masih bergantung pada dana talangan memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Mengapa program kemitraan yang dijanjikan membawa kesejahteraan justru menyisakan beban berat bagi koperasi dan petani plasma?
Aktivis lokal pun mulai angkat bicara, menuntut transparansi dari perusahaan-perusahaan sawit terkait penggunaan dana talangan ini. “Publik harus tahu ke mana dana talangan ini digunakan. Jika tidak ada solusi nyata, maka ini adalah kegagalan pemerintah dan perusahaan,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
*Langkah Selanjutnya*
Bupati Ketapang menegaskan, solusi atas permasalahan ini membutuhkan komitmen semua pihak, termasuk DPRD, pemerintah daerah, perusahaan mitra, dan koperasi itu sendiri. Jika masalah ini tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan memperburuk kondisi ekonomi para petani plasma yang sudah kesulitan selama ini.
Publik kini menanti aksi nyata dari pemerintah dan DPRD untuk memastikan program kemitraan ini benar-benar membawa kesejahteraan, bukan justru menambah beban bagi rakyat Ketapang.